Rabu, 22 Mei 2013

Saya ‘Bermimpi Lagi’ Pak Kyai Di Sidang Kabinet…

Waktu krisis kedelai melanda negeri ini hampir sepuluh bulan lalu, saya ‘Bermimpi’  Pak Kyai diundang hadir di sidang kabinet untuk ikut mengatasinya. Maka ketika hari ini harian Kompas (21/05/13) mengangkat sebagai berita utamanya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang semakin lebar di era reformasi yang sudah berjalan 15 tahun terakhir, saya kembali ‘bermimpi’ Pak Kyai diundang di sidang kabinet untuk membantu menyelesaikan masalah bangsa ini. Mengapa perlu Pak Kyai ?

Sidang kabinet kali ini fokusnya membahas laporan harian Kompas yang mengungkap pembengkakan gap antara si kaya dan si miskin yang diukur dengan index Gini.  Sebelum reformasi, index Gini itu berada pada angka 0.35, dan memasuki tahun ke 15 reformasi index Gini malah menjadi 0.41 (semakin besar – semakin lebar jurang si kaya dan si miskin itu).

Meningkatnya ketimpangan ini juga ditandai dengan meningkatnya jumlah pengangguran, sebelum era reformasi (1997) pengangguran itu 4.18 juta jiwa (4.68%) sedangkan 15 tahun era reformasi pengangguran malah menjadi 7.17 juta jiwa (5.92%).

Peningkatan pengangguran ini juga tidak terlepas dari meningkatnya ketergantungan kita pada produk-produk industri dan pertanian impor. Ini tercermin dari menurunnya kontribusi sektor industri kita yang turun dari 26.79 % (1997) menjadi tinggal 23.94% (2012). Demikian pula kontribusi sektor pertanian yang mengalami penurunan dari 16.09 % (2007) ke angka 14.44% (2012).

Maka dalam ‘mimpi’ saya kali ini setelah Pak Presiden mempersilahkan masing-masing menteri yang terkait menanggapi laporan Kompas tersebut, Pak Presiden berucap begini :

Terima kasih tanggapan saudara-saudara para menteri yang terkait, saya yakin apa yang saudara telah sampaikan masing-masing didukung dengan data yang valid dan juga dengan argumentasi yang professional”. Kemudian beliau melanjutkan : “Namun realitanya bahwa pengangguran itu meningkat, kontribusi sektor produksi industri dan pertanian pada ekonomi keseluruhan menurun. Lantas bagaimana saudara-saudara bisa men-justify realita ini dengan data dan argumen saudara ?”.

Karena semua menteri pada diam, Pak Presiden kemudian berbicara lagi : “Dalam situasi seperti ini, kita butuh pemikiran yang out of the box. Pemikiran yang segar diluar data dan argumen yang biasa kita diskusikan di sidang seperti ini. Maka sama dengan yang kita tempuh 10 bulan lalu ketika menghadapi krisis kedelai, kali inipun saya mengundang Pak Kyai untuk hadir di sidang ini. Kita dengarkan pendapat beliau untuk masalah yang kita hadapi kali ini”. Kemudian Pak Presiden mempersilahkan Pak Kyai untuk menyampaikan pendapatnya.

Setelah menyampaikan syukur dan salam sebagai muqodimahnya, Pak Kyai-pun berucap : “Mohon maaf Bapak Presiden dan para menteri, setelah mendengarkan segala permasalahan yang didiskusikan tadi yang disertai data dan argumen para menteri – saya melihat secara bodon (cara orang bodoh memahami masalah), ada hal yang terlewat dari potensi besar ekonomi kita - yang terlupakan”. Mendengar perkataan Pak Kyai ini, para menteri mengkerutkan dahi dan Pak Presiden mendekat mejanya untuk meraih microphone kemudian bicara : “ maksud Pak Kyai Apa potensi besar ekonomi yang terlewatkan itu  ?

Pak Kyai tahu banyak menteri yang kurang berkenan dengan pembukaannya, kemudian menjelaskan : “Sekali lagi mohon maaf sekali Bapak Presiden dan para menteri, saya sekedar urun rembug dari kaca mata orang bodoh seperti saya…”. Dia melanjutkan : “selama ini saya yakin bapak-bapak sudah bekerja jungkir balik siang dan malam untuk bangsa dan negeri ini, tetapi bila realitanya yang terungkap sebaliknya seperti data yang tersaji tadi – berarti ada yang salah dalam pola kerja kita.”

Kita berusaha bersaing dengan negara-negara lain dalam bidang teknologi, jasa dan perdagangan – kita bersaing dengan kekuatan yang ada di mereka, maka tidak mengherankan kemenangan-pun ada di tangan mereka. Kita menjadi pengimpor produk-produk mereka”.  Pak Presiden kemudian memotong : “ Terus menurut Pak Kyai mestinya bagaimana ?

Pak Kyai segera menjelaskan : “Tidak ada salahnya mengembangkan kekuatan teknologi, jasa dan perdagangan. Namun yang menjadi ujung tombak persaingan kita haruslah yang kita memang memiliki keunggulan utamanya. Kita harus bersaing dengan kekuatan yang ada di kita…”. “Menurut Pak Kyai apa yang kekuatannya ada di kita itu ?” Sela pak Presiden.

Pak Kyai-pun menjawab : “Kita dikarunia lahan-lahan subur yang sangat luas di antara dua lautan. Matahari sepanjang tahun dan air hujan-pun rata-rata turun tidak kurang dari separuh tahun. Gunung berapi dan sungai-sungai sangat banyak, semuanya dapat mendatangkan keberkahan tersendiri bagi ekonomi kita”. Jadi, lanjut Pak Kyai : “Bidang yang kekuatannya ada di kita itu mestinya adalah kehutanan, kelautan dan pertanian pada umumnya !

Banyak menteri yang tentu saja meragukan pernyataan Pak Kyai ini, bahkan menteri-menteri yang terkait dengan kelautan, kehutanan dan pertanian pada umumnya-pun kurang PD (Percaya Diri) bila dianggap bidangnya yang seharusnya menjadi kekuatan itu.

Pak Kyai-pun sudah menduga dan menangkap keraguan itu. Maka dia melanjutkan penjelasannya : “Sekarang coba bapak-bapak bayangkan. Industri apa yang paling efisien itu semestinya ? dengan input yang sangat kecil tetapi memiliki output yang sangat besar bahkan cenderung tidak terhingga ?” Para menteri semakin tidak nyaman dengan teka-teki Pak Kyai ini, maka tidak ada seorang-pun menjawabnya.

Pak Kyai kemudian menjawabnya sendiri : “Industri yang paling efisien itu adalah kelautan, kehutanan dan pertanian. Kalau di industri software misalnya, programmer harus membuat program dari A sampai Z, harus diselesaikannya sendiri dan tidak boleh ada yang salah sedikit-pun. Di industri otomotif pabrikan harus menyediakan seluruh komponen dan kemudian teknisi harus merakitnya secara sempurna sebelum produk bisa dijual. Di industri kreatif, seorang artis harus menyelesaikan karyanya sendiri dari A sampai Z pula agar karyanya bernilai tinggi”.

Pak Kyai menarik nafas sambil melihat ke menteri-menteri yang terkait “Tetapi tidak dengan industri kelautan, kehutanan dan pertanian pada umumnya !. Di laut Anda tidak perlu tenaga kerja untuk menumbuhkan ikan-ikan yang kecil menjadi besar. Di hutan tidak butuh tenaga kerja untuk menumbuhkan bibit-bibit menjadi pohon-pohon besar. Di Pertanian Anda hanya perlu menaruh bibit, maka Allah-lah yang menumbuhkan dan membesarkannya dengan hasil berlipat-lipat”.

Para menteri-pun berebut meng-interupsi Pak Kyai. Salah satunya kemudian berbicara : “Tidak sepenuhnya benar Pak Kyai, Petani tidak bisa hanya menaruh benih kemudian tumbuh sendiri. Petani harus memupuknya dengan mahal, menyemprotnya dengan penyemprot hama yang mahal dlsb. walhasil pak tani-pun tidak memperoleh nilai tambah yang berlipat-lipat seperti kata Pak Kyai”.

Dengan wawasannya yang luas dan pribadinya yang tenang, Pak Kyai-pun menjawab interupsi Pak Menteri ini : “Disitulah masalahnya Pak Menteri, selama ini kita ini merusak bumi bukan memakmurkannya. Laut dicemari dan diambil ikannya- bahkan oleh orang lain- tanpa aturan sehingga sumber-sumber kekayaan laut itu terkuras sebelum bisa dinikmati. Hutan-hutan ditebang diganti tanaman monoculture hanya untuk kepentingan segelintir orang. Para petani dibiarkan mencari solusinya sendiri-sendiri dalam hal upayanya untuk meningkatkan hasil dan mencegah hama, mereka mengira pupuk-pupuk kimia, insektisida dan sejenisnya sebagi solusi – padahal dengan ini semua mereka merusak alam bukan memperbaikinya. Mereka bertani dengan cara yang mahal dengan hasil yang tidak seberapa”.

Bapak Presiden-pun berusaha menengahi argumen antara salah seorang menteri dengan Pak Kyai ini. Beliau kemudian menyampaikan : “kalau begitu solusi konkritnya bagaimana Pak Kyai”.

Pak Kyai menjelaskan: “Jiwanya harus memakmurkan bumi untuk sekarang dan masa depan yang jauh, bumi tidak boleh dirusak. Maka apa saja yang dimasukkan ke bumi sebagai pupuk atau yang disemprotkan diatasnya untuk mencegah hama harus berasal dari bumi itu sendiri – inilah yang dalam bahasa sekarang disebut organik, bukan bahan-bahan kimia olahan manusia yang memiliki dampak merusak dalam jangka panjang.”

Salah seorang menteri tetap penasaran dan menginterupsi lagi : “Organik itu selain mahal, hasilnya juga tidak seberapa. Kita tidak bisa mengandalkan produksi hasil pertanian kita pada yang organik. Pertanian organik ini – ideal, indah untuk diucapkan, tetapi sulit untk direalisasikan”.

Pak Kyai-pun menjelaskan : “Itulah bedanya Anda dengan saya Pak Menteri, Anda punya team ilmuwan dan birokrat yang yakin dengan ilmu dan pengalamannya. Maka ilmu dan pengalaman Anda atau team Anda yang membatasi keputusan yang Anda ambil. Dan kita tahu sudah hasilnya seperti data-data yang tersaji pada awal sidang ini”.

Lanjutnya : “Sedangkan saya, diundang Pak Presiden untuk hadir untuk memberi wawasan yang lain. Bukan Ilmu saya – karena saya orang bodoh, juga bukan ilmu dan pengalaman para santri saya – karena mereka anak-anak yang belum berpengalaman. Tetapi kami yakin dan terus berusahan meningkatkan keyakinan kami bahwa PetunjukNya itu jelas, komplit dan meliputi segala sesuatu.”

Pak Kyai kemudian membacakan beberapa ayat Al-Qur’an di antaranya Surat Al-Baqarah 185 dan An-Nahl 89, kemudian dia melanjutkan : “Begitu detilnya petunjuk itu, sehingga selalu saja ada ayat yang pas untuk di-taddabur-i bila Anda petani pada setiap tahap penanaman tanaman Anda misalnya.”

Pada saat Anda menebar benih, baca dan dalami ayat “Innallaha faaliqul habbi wannawaa – sesungguhnya Allah yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhanan dan biji buah-buahan” (QS 6:95). Ketika tanaman mulai tumbuh baca dan dalami ayat : “Afaraaitum maa tahrutsuun, aantum tajraauunahuu am nahnuzzaari’un - Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?” (QS 56 : 63-64).

Ketika melihat kebun sudah berhasil baik, maka baca dan dalami ayat : “…Masya Allah, La Quwwata Illaa Billah…” (QS 18 : 39). Ketika kebun gagal panen-pun baca dan dalami ayat : “…Subhaana Rabbinaa Innaa Kunnaa dhaalimiin” (QS 68:29)”. “Ketika hujan tidak turun-turun sehingga Anda tidak bisa bercocok tanam, beristigfarlah …(QS 70 :10-11)

Akhirnya Pak Kyai menutup : “Intinya Bapak Presiden dan bapak-bapak para menteri, solusi itu hanya datang dari Allah, maka marilah kita hadirkan Allah dalam setiap urusan kita. Ketika kita menanam, ketika kita berhasil maupun kita gagal, ketika kita membangun ekonomi, membangun negara – dalam suka dan dukanya – kita tetap harus berusaha menghadirkanNya”.

Pak Presiden dan para menteri mengangguk, sambil tak lupa beliau berterima kasih ke Pak Kyai dan minta kesediaannya untuk bersedia hadir lagi bila negara membutuhkannya. Sampai disini saya terbangun dari ‘mimpi’ ini…

Solusi Dengan Berbagi…

Beberapa bulan lalu saya menawarkan solusi untuk mengatasi dua masalah terbesar Jakarta yaitu banjir dan kemacetan. Solusi dengan konsep ta’awun atau tolong menolong itu salah satunya bener-bener mulai kita tindak lanjuti dengan serius. Project berbasis teknologi mobile untuk berbagi telah kami kembangkan dan kini siap di uji-coba-kan. Teknologinya sendiri mungkin sederhana, tetapi bila dengan perantaraan teknologi ini masyarakat Jakarta menjadi gemar berbagi – maka itulah solusi yang sesungguhnya bagi problem-problem yang selama ini belum teratasi.

Bayangkan sekarang situasinya. Anda sekarang pergi dan pulang kerja searah dengan ribuan orang lainnya – yang sangat bisa jadi sebagiannya searah dengan Anda, tetangga Anda, sekantor dengan Anda, segedung dengan Anda, dlsb.dlsb. Dari Cibubur misalnya, ada puluhan ribu kendaraan menuju Jakarta setiap pagi dan sejumlah kendaraan yang sama sore harinya pulang balik dari Jakarta.

Demikian pula dari Bogor, Bekasi, Tangerang, Serpong, Banten dlsb. Masing-masing membayar bensinnya sendiri, bahkan masing-masing sebagiannya disubsidi oleh pemerintah. Pendek kata gara-gara kita menggunakan kendaraan sendiri-sendiri inilah segala problem itu muncul. Mulai dari biaya hidup yang mahal, kemacetan, subsidi pemerintah yang tidak terbendung, polusi udara yang semakin buruk dst.

Maka solusi dengan berbagi itu menjadi ideal. Satu solusi yang bisa mengatasi sejumlah masalah sekaligus, mulai dari biaya hidup sampai kemacetan , subsidi dan polusi. Tetapi dengan siapa kita akan berbagi ?, disitulah masalahnya. Berbagi hanya dengan satu atau dua orang yang kita kenal – membuat jadwal kita tidak fleksibel dan harus bisa saling berkorban menyesuaikan. Berbagi dengan orang-orang yang tidak kenal bisa berbahaya dan menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan.

Maka teknologi yang kami perkenalkan adalah kombinasi untuk berbagi perjalanan, dengan orang-orang yang pas searah dengan perjalanan Anda pada jam yang kurang lebih sama dan orang-orang yang bisa Anda kenali jati dirinya lebih dahulu. Untuk sementara aplikasi ini tersedia bagi Anda yang menggunakan samartphone Android dan Blackberry. Solusi lain dengan iPhone, mobile web dlsb. insyaAllah akan kami susulkan.

Cara kerja berbagi ini dapat Anda ikuti melalui skema dibawah :


Pertama Anda mencari orang yang searah perjalanan Anda dengan jam yang kurang lebih sama. Orang yang searah dengan perjalanan Anda ini bisa pengemudi (bila Anda hendak menumpang) atau penumpang ( bila Anda pengemudi). Setelah menemukannya, Anda bisa cek profile yang berangkutan. Bila Anda comfortable, maka Anda bisa membuat perjalanan yang searah dengan waktu yang relatif bersamaan. Anda bisa berkomunikasi dengan orang tersebut lewat aplikasi yang sama – dan mulailah Anda berbagi untuk satu perjalanan ini. Setelah sekali menggunakannya, insyaAllah Anda akan familiar dengan system berbagi yang kami sebut O-JEX Ride Sharing ini.

Berbagi ini bisa saling menggratiskan atau dengan saling berkontribusi dengan biaya tertentu. Well, mungkin Anda sungkan untuk menarik ongkos bagi orang yang menumpang mobil Anda. Ndak masalah, kami sediakan fitur premium, dimana penumpang bisa berkontribusi dengan poin untuk meringankan beban perjalanan Anda. Fitur premium ini bekerja berdasarkan prosedur seperti pada ilustrasi di samping.

Penjelasan detil cara penggunaan, cara menjadi pengguna premium dlsb. dapat Anda ituti melalui menu di system Anda (standar menu Blackberry dan Android). Di system pengaturan radius berbagi bahkan Anda bisa mendeteksi hanya orang-orang yang disekitar Anda (gedung yang sama, komplek perumahan yang sama) atau dari radius yang lebih luas – misalnya dengan orang se-Cibubur dengan radius maksimum 5 km misalnya.

Untuk radius di atas 5 km, misalnya Anda akan berbagi kendaraan pulang kampung dengan orang Jakarta yang mau bareng-bareng ke Jogja - maka inipun bisa dilakukan dengan menu search atau pencarian. Lebih detil lagi Anda dapat pelajari dari menu tur aplikasi dan tur premium – yang kami sertakan dalam aplikasi ini.


Tertarik untuk menjadi orang-orang pertama yang mau berbagi ?. Silahkan download aplikasinya dari link-link dibawah ini, masing-masing beserta petunjuk instalasinya. Bila Ada kesulitan insyaAllah team teknis kami yang akan memandu Anda.

Link untuk download aplikasi O-JEX :


Cara Instalasi :

Android
1. Download file installer melalu link diatas
2. Bila download telah selesai, buka aplikasi 'File Manager' lalu buka folder 'Download' dan cari file ridesharing.apk, pilih 'Instal'
3. Ikuti langkah instalasi

Blackberry
1. Download file installer melalu link diatas
2. Tunggu hingga hasil download selesai, lalu device akan meminta di-booting ulang (reboot), langsung reboot dan tunggu hingga device menyala lagi dan aplikasi siap digunakan

Bila Anda menemukan ada masalah dalam instalasi atau penggunaannya, silahkan hubungi team support kami Big Zaman 0899 873 1849 atau melalui email : big@badr-interactive.com

Awalnya bisa jadi Anda merasa agak repot untuk menggunakannya. Tetapi coba Anda bayangkan, dengan sedikit kerepotan ini Anda bisa ikut mengatasi masalah-masalah besar yang selama ini bahkan pemerintah-pun kesulitan mengatasinya. Yaitu masalah-masalah yang terkait dengan kemacetan dan subsidi bahan bakar. Sedangkan bagi Anda sendiri reward langsung bagi Anda adalah penghematan biaya perjalanan, reward tidak langsungnya adalah semoga Allah memudahkan urusan Anda di dunia dan di akhirat. Allah akan selalu menolong hambaNya, selagi hamba itu menolong saudaranya.

Dengan belajar mengatasi kerepotan-kerepotan kecil seperti belajar menggunakan aplikasi semacam ini, mudah-mudahan kita terhindar dari kerepotan yang jauh lebih besar seperti status quo kemacetan, kemahalan biaya hidup dan subsidi bahan bakar yang hingga kini belum jelas solusinya. InsyaAllah.

Solusi Dengan Berbagi…

Beberapa bulan lalu saya menawarkan solusi untuk mengatasi dua masalah terbesar Jakarta yaitu banjir dan kemacetan. Solusi dengan konsep ta’awun atau tolong menolong itu salah satunya bener-bener mulai kita tindak lanjuti dengan serius. Project berbasis teknologi mobile untuk berbagi telah kami kembangkan dan kini siap di uji-coba-kan. Teknologinya sendiri mungkin sederhana, tetapi bila dengan perantaraan teknologi ini masyarakat Jakarta menjadi gemar berbagi – maka itulah solusi yang sesungguhnya bagi problem-problem yang selama ini belum teratasi.

Bayangkan sekarang situasinya. Anda sekarang pergi dan pulang kerja searah dengan ribuan orang lainnya – yang sangat bisa jadi sebagiannya searah dengan Anda, tetangga Anda, sekantor dengan Anda, segedung dengan Anda, dlsb.dlsb. Dari Cibubur misalnya, ada puluhan ribu kendaraan menuju Jakarta setiap pagi dan sejumlah kendaraan yang sama sore harinya pulang balik dari Jakarta.

Demikian pula dari Bogor, Bekasi, Tangerang, Serpong, Banten dlsb. Masing-masing membayar bensinnya sendiri, bahkan masing-masing sebagiannya disubsidi oleh pemerintah. Pendek kata gara-gara kita menggunakan kendaraan sendiri-sendiri inilah segala problem itu muncul. Mulai dari biaya hidup yang mahal, kemacetan, subsidi pemerintah yang tidak terbendung, polusi udara yang semakin buruk dst.

Maka solusi dengan berbagi itu menjadi ideal. Satu solusi yang bisa mengatasi sejumlah masalah sekaligus, mulai dari biaya hidup sampai kemacetan , subsidi dan polusi. Tetapi dengan siapa kita akan berbagi ?, disitulah masalahnya. Berbagi hanya dengan satu atau dua orang yang kita kenal – membuat jadwal kita tidak fleksibel dan harus bisa saling berkorban menyesuaikan. Berbagi dengan orang-orang yang tidak kenal bisa berbahaya dan menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan.

Maka teknologi yang kami perkenalkan adalah kombinasi untuk berbagi perjalanan, dengan orang-orang yang pas searah dengan perjalanan Anda pada jam yang kurang lebih sama dan orang-orang yang bisa Anda kenali jati dirinya lebih dahulu. Untuk sementara aplikasi ini tersedia bagi Anda yang menggunakan samartphone Android dan Blackberry. Solusi lain dengan iPhone, mobile web dlsb. insyaAllah akan kami susulkan.

Cara kerja berbagi ini dapat Anda ikuti melalui skema dibawah :


Pertama Anda mencari orang yang searah perjalanan Anda dengan jam yang kurang lebih sama. Orang yang searah dengan perjalanan Anda ini bisa pengemudi (bila Anda hendak menumpang) atau penumpang ( bila Anda pengemudi). Setelah menemukannya, Anda bisa cek profile yang berangkutan. Bila Anda comfortable, maka Anda bisa membuat perjalanan yang searah dengan waktu yang relatif bersamaan. Anda bisa berkomunikasi dengan orang tersebut lewat aplikasi yang sama – dan mulailah Anda berbagi untuk satu perjalanan ini. Setelah sekali menggunakannya, insyaAllah Anda akan familiar dengan system berbagi yang kami sebut O-JEX Ride Sharing ini.

Berbagi ini bisa saling menggratiskan atau dengan saling berkontribusi dengan biaya tertentu. Well, mungkin Anda sungkan untuk menarik ongkos bagi orang yang menumpang mobil Anda. Ndak masalah, kami sediakan fitur premium, dimana penumpang bisa berkontribusi dengan poin untuk meringankan beban perjalanan Anda. Fitur premium ini bekerja berdasarkan prosedur seperti pada ilustrasi di samping.

Penjelasan detil cara penggunaan, cara menjadi pengguna premium dlsb. dapat Anda ituti melalui menu di system Anda (standar menu Blackberry dan Android). Di system pengaturan radius berbagi bahkan Anda bisa mendeteksi hanya orang-orang yang disekitar Anda (gedung yang sama, komplek perumahan yang sama) atau dari radius yang lebih luas – misalnya dengan orang se-Cibubur dengan radius maksimum 5 km misalnya.

Untuk radius di atas 5 km, misalnya Anda akan berbagi kendaraan pulang kampung dengan orang Jakarta yang mau bareng-bareng ke Jogja - maka inipun bisa dilakukan dengan menu search atau pencarian. Lebih detil lagi Anda dapat pelajari dari menu tur aplikasi dan tur premium – yang kami sertakan dalam aplikasi ini.


Tertarik untuk menjadi orang-orang pertama yang mau berbagi ?. Silahkan download aplikasinya dari link-link dibawah ini, masing-masing beserta petunjuk instalasinya. Bila Ada kesulitan insyaAllah team teknis kami yang akan memandu Anda.

Link untuk download aplikasi O-JEX :


Cara Instalasi :

Android
1. Download file installer melalu link diatas
2. Bila download telah selesai, buka aplikasi 'File Manager' lalu buka folder 'Download' dan cari file ridesharing.apk, pilih 'Instal'
3. Ikuti langkah instalasi

Blackberry
1. Download file installer melalu link diatas
2. Tunggu hingga hasil download selesai, lalu device akan meminta di-booting ulang (reboot), langsung reboot dan tunggu hingga device menyala lagi dan aplikasi siap digunakan

Bila Anda menemukan ada masalah dalam instalasi atau penggunaannya, silahkan hubungi team support kami Big Zaman 0899 873 1849 atau melalui email : big@badr-interactive.com

Awalnya bisa jadi Anda merasa agak repot untuk menggunakannya. Tetapi coba Anda bayangkan, dengan sedikit kerepotan ini Anda bisa ikut mengatasi masalah-masalah besar yang selama ini bahkan pemerintah-pun kesulitan mengatasinya. Yaitu masalah-masalah yang terkait dengan kemacetan dan subsidi bahan bakar. Sedangkan bagi Anda sendiri reward langsung bagi Anda adalah penghematan biaya perjalanan, reward tidak langsungnya adalah semoga Allah memudahkan urusan Anda di dunia dan di akhirat. Allah akan selalu menolong hambaNya, selagi hamba itu menolong saudaranya.

Dengan belajar mengatasi kerepotan-kerepotan kecil seperti belajar menggunakan aplikasi semacam ini, mudah-mudahan kita terhindar dari kerepotan yang jauh lebih besar seperti status quo kemacetan, kemahalan biaya hidup dan subsidi bahan bakar yang hingga kini belum jelas solusinya. InsyaAllah.

Senin, 06 Mei 2013

NEET : Penyakit Generasi Pemuda…

Majalah ekonomi terkemuka dunia yang berbasis di London – The Economist – pekan lalu mengungkap fakta yang mengejutkan. Bahwa di seluruh dunia ada sekitar 300 juta pemuda usia 15-24 tahun atau mewakili sekitar 25 % pemuda dunia di rentang usia tersebut yang kini dalam status menganggur total. Mereka tidak bekerja, tidak sekolah dan tidak sedang menjalani pelatihan sehingga disebut NEET singkatan dari Not in Employment, Education or Training. Bagaimana kita bisa mencegah atau mengobati generasi pemuda yang berpenyakit NEET ini ?

NEET ini adalah penyakit yang merusak pemuda lebih dari penyakit fisik pada umumnya. Yang dirusak oleh NEET adalah mental, karena bila sampai pemuda mengalami NEET pada usia emas pengembangan dirinya – maka lebih kecil kemungkinannya untuk bisa berkembang setelah melewati usia emas ini. Penyakit ini seperti wabah yang menular dengan sangat cepat ke seluruh dunia – maka seluruh pihak harus aware dan segera berbuat untuk mencegah penularannya dan mengobati mereka yang telah terlanjur terjangkit.

Sebagaimana penyakit pada umumnya, untuk mencegah atau mengobatinya kita perlu tahu apa yang menyebabkan penyakit tersebut. Menurut majalah tersebut di atas ada tiga penyebab penyakit NEET ini, tetapi saya sendiri mengidentifikasi setidaknya ada lima fenomena ekonomi dunia yang menumbuh kembangkan penyakit NEET ini.

Pertama adalah Low Growth atau pertumbuhan ekonomi yang rendah. Sejak krisis financial global 2008, dunia tertatih-tatih berusaha me-recovery diri dari krisis yang belum sepenuhnya pulih hingga kini. Dampaknya hampir di seluruh dunia terjadi pertumbuhan ekonomi yang melamban. Pertumbuhan yang melamban membuat perusahaan-perusahaan dunia menghentikan recruitment baru atau bahkan mengurangi tenaga kerjanya. Walhasil pengangguran di usia pemuda meningkat 30% sejak krisis 2008 sampai sekarang.

Kedua adalah Clogged Labor Markets atau kebuntuan pasar tenaga kerja. Ini umumnya disebabkan oleh kombinasi penyebab pertama dengan paradox peraturan ketenagaan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang melamban membuat perusahaan enggan menciptakan lapangan kerja baru, sementara peraturan pemerintah yang terlalu melindungi tenaga kerja – membuat perusahaan sulit mempensiunkan tenaga kerja yang sudah tidak lagi produktif sekalipun. Akibatnya perusahaan-perusahaan memilih jalan aman dengan mengoptimalkan tenaga kerja lama dan tidak menerima tenaga kerja baru.

Ketiga adalah Education Mismatch atau ketidak sesuaian lulusan sekolah/perguruan tinggi dengan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri. Akibatnya mirip dengan penyebab kedua, yaitu perusahaan memilih tenaga kerja trampil yang siap pakai – yang kadang harus dibajak dari perusahaan lain, ketimbang memilih tenaga kerja baru yang belum siap.

Keempat adalah Disruptive Innovation yaitu inovasi-inovasi yang membuat proses produksi dan proses business berjalan lebih efisien sehingga mengurangi tenaga kerja. Perusahaan-perusahaan di jaman ini cenderung memilih solusi technology dengan tenaga kerja minimal ketimbang solusi-solusi yang padat karya.

Kelima adalah Globalization dimana negara-negara yang bisa memproduksi barang atau jasa secara efisien akan kebanjiran order produksi sementara negara yang tidak efisien akan kebanjiran pengangguran. Penyakit kelima ini antara lain yang akan kita hadapi dalam ASEAN Economic Community (AEC) ketika pasar dan basis produksi tunggal berlaku di ASEAN 2015 nanti.

Setelah kita tahu lima penyebab utama wabah penyakit NEET tersebut di atas, maka kini tinggal mengobatinya satu per satu.

Pertama Low Growth harus bisa diubah menjadi High Growth Economy, seluruh pihak harus fokus pada pertumbuhan ekonomi. Hentikan kepentingan-kepentingan golongan, kelompok atau daerah. Ibarat perusahaan, di negeri ini harus ada pemimpin yang nyinyir yang teriak sana – teriak sini sambil terus meng-orkestrasi-kan pertumbuhan yang harmonis di seluruh sektor dan daerah. Secara nasional harus ada pejabat-pejabat yang accountable yang di antara KPI-nya (Key Performace Indicator) adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia secara menyeluruh.

Di daerah-daerah KPI para gubernur, bupati dan walikota harus juga menyangkut pertumbuhan ekonomi di daerahnya masing-masing - mereka harus menjadi pedal gas untuk pertumbuhan dan bukan pedal rem yang mengerem pertumbuhan dengan berbagai peraturan yang mempersulit ekonomi tumbuh di daerahnya.

Kedua Clogged Labor Market atau kebuntuan pasar tenaga kerja harus dicarikan solusi yang kreatif dan inovatif – yaitu kombinasi solusi dari sisi peraturan ketenaga kerjaan dan dorongan atau insentif agar pekerja-pekerja yang potensi menjadi entrepreneur difasilitasi oleh perusahaan maupun pemerintah. Ini akan menjadi solusi ganda karena posisi yang ditinggalkan oleh mantan tenaga kerja yang menjadi entrepreneur akan dapat diisi oleh tenaga kerja yang lebih muda, pada saat yang bersamaan entrepreneur tersebut dapat menciptakan lapangan tenaga kerja baru bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

Ketiga Education Mismatch dapat diatasi bila perguruan-perguruan tinggi dan sekolah-sekolah lebih banyak mendengar kebutuhan industri dan kebutuhan pasar tenaga kerja. Ini masalah klasik yang tidak kunjung selesai, padahal apa sulitnya bagi para peneliti di perguruan tinggi juga sekali-kali meneliti apa sih yang dibutuhkan industri atau pasar itu ?, dari sini mereka harus menyesuaikan kurikulumnya agar para lulusannya lebih siap diserap oleh pasar tenaga kerja. Di Departemen Pendidikan-pun harus ada media untuk menilai kinerja perguruan tinggi – berdasarkan rasio keterserapan lulusannya di pasar tenaga kerja.

Keempat Disruptive Innovation adalah seperti pedang bermata dua, satu sisi dibutuhkan dan satu sisi lainnya membahayakan korbannya. Maka kelahiran inovasi-inovasi baru harus diantisipasi dampaknya – agar tidak ada yang menjadi korban, kalau toh terpaksa ada yang menjadi korban – maka harus dicarikan solusinya untuk hal lain yang juga produktif.

Kelima Globalization harus dijadikan peluang bukan ancaman, artinya kita harus bisa membangun kompetensi yang unggul di pasar global – lebih unggul dari negara-negara pesaing kita. Kita harus pandai memilih bidang-bidang apa yang kita lebih berpeluang unggul, kita harus fokus membangun dan menajamkan keunggulan ketimbang sibuk mengatasi kelemahan. Mengapa demikian ?

Kalau kita sibuk memperbaiki kelemahan, paling kita hanya akan menjadi rata-rata saja karena kelemahan tertutup sementara kunggulan kita tidak terbangun. Bila kita fokus pada keunggulan, maka kita akan unggul di suatu sektor sementara masih ada kelemahan di sektor lain – ini tidak maslah karena di era pasar global yang saling melengkapi kini kita bisa bermain niche dengan satu atau dua keunggulan yang sungguh-sungguh unggul – maka itupun cukup.

Ambil contoh dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN – AEC 2015, saya tidak menganjurkan negara kita mengikuti langkah yang ditempuh Thailand menutupi kelemahannya dengan memaksakan rakyatnya belajar bahasa Inggris. Kalau ini kita lakukan,  akan sangat melelahkan, membuang resources yang sangat besar baik dari sisi dana maupun waktu bagi tenaga kerja - sedangkan hasilnya hanya akan menjadikan kita rata-rata saja. Kalau orang Indonesia semua berhabasa Inggris-pun, kita hanya akan sama dengan Singapore, Malaysia dan Philippine  yang rakyatnya sudah lebih dahulu terbiasa berbahasa Inggris.

Bayangkan kalau effort yang sama kita pakai untuk memperbaiki fokus petani kita pada buah atau tanaman yang kita unggulkan, memperbaiki tata guna lahan kita sehingga tidak ada lagi lahan di negeri ini yang ditelantarkan. Maka betapa banyak tenaga muda negeri ini yang akan terserap untuk intensifikasi penggarapan lahan-lahan pertanian kita tersebut. Bisa dibayangkan pula betapa banyak produksi hasil bumi yang akan bisa kita hasilkan. Maka keunggulan dalam menyerap tenaga kerja sekaligus memproduksi hasil bumi ini – akan menjadi keunggulan unique negeri ini yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain di ASEAN atau bahkan di dunia.

Intinya kita punya sumber daya internal untuk bisa mencegah mewabahnya penyakit NEET itu di negeri ini, meskipun tentu saja ini tidak akan mudah. Setidaknya kita harus mulai menyadarinya bahwa ada penyakit yang mengancam generasi muda kita – kemudian dengan kerja keras, kerja cerdas dan mengandalkan petunjukNya semata – maka insyaAllah kita akan bisa menjadi bangsa yang unggul, dimana pemudanya adalah asset dan bukan liability.

Bagi para pemuda, agar diri Anda sungguh-sungguh menjadi Asset bagi umat dan bagi keluarga Anda, hindarkan diri Anda semaksimal mungkin dari penyakit NEET ini. Bagaimana caranya ?, bekerjalah dengan apa saja yang Anda bisa – sejauh tidak melanggar hukum negara apalagi hukum agama. Jangan biarkan ijazah Anda justru membelenggu tangan Anda untuk mulai bekerja, umat dan bangsa ini menunggu karya Anda !.