Senin, 10 September 2012


Emas Batangan Antam Naik Rp 15.000/Gram, Tembus Rekor Baru

Herdaru Purnomo - detikfinance
Senin, 10/09/2012 10:44 WIB
Foto: Herdaru/detikFinance
 
Jakarta - Harga emas batangan di Logam Mulia milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) belum berhenti naik. Setelah sempat naik Rp 1.000 di akhir pekan, kini harga emas batangan Antam naik Rp 15.000/gram. Wow, Fantastis.

Dikutip dari situs Logam Mulia, Senin (10/9/2012), harga emas batangan pecahan 1 gram naik dari Rp 564 ribu per gram Jumat kemarin, menjadi Rp 579 ribu per gram. Angka ini merupakan rekor terbaru dimana sebelumnya hanya berada di kisaran Rp 550.000 per gram.

Harga emas batangan Logam Mulia memang sangat tergantung pada pergerakan emas internasional dan juga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Sementara harga buyback atau pembelian emas jika konsumen menjual kembali ke Antam adalah Rp 519 ribu per gram, naik dari Rp 519 ribu per gram.

Berikut harga emas batangan yang dijual oleh Logam Mulia Antam hari ini:
  • Pecahan 1 gram Rp 579 ribu
  • Pecahan 5 gram Rp 2.745.500
  • Pecahan 10 gram Rp 5.450.000
  • Pecahan 25 gram Rp 13.550.000

Minggu, 09 September 2012

Kamis, 06 September 2012


7 Sumber Pengentasan Kemiskinan…

Kemiskinan itu dekat dengan kekufuran, oleh karenanya dalam salah satu do’a pagi dan petang yang dicontohkan – do’a berlindung dari kemiskinan/kefakiran itu dirangkai dengan do’a berlindung dari kekufuran. Bukan hanya do’a saja, Islam memberi begitu banyak jalan konkrit untuk menjadi sumber pengentasan kemiskinan ini. Berikut saya sarikan 7 diantaranya, saya yakin ada yang bisa kita lakukan.

1. Kerja

Kerja adalah cara yang paling efektif dan elegan untuk mengentaskan kemiskinan. Orang yang bekerja dan oleh karenanya menerima penghasilan dari pekerjaan tersebut akan terbebas dari meminta-minta dan ketergantungan terhadap orang lain. Bukan hanya bagi orang yang bekerja itu sendiri yang terbebas dari kemiskinan tetapi juga anggota keluarganya dan bahkan juga kerabat dekatnya.

Menciptakan lapangan kerja yang halal, yang baik dan yang berkelanjutan insyaallah akan menjadi amal shaleh pengentasan kemiskinan yang utama.

2. Tanggung Jawab Kerabat Dekat

Banyak ayat yang menekankan tanggung jawab kita terhadap kerabat dekat dan orang miskin di sekitar kita seperti “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan…”(QS 17 :26).

Menolong keluarga dekat ini bahkan insyaallah dapat mendatangkan dua pahala sekaligus yaitu pahala sedekah dan menyambungkan silaturahim. Kalau masing-masing orang yang relatif mampu menolong keluarga dekatnya yang kurang mampu, maka kemiskinan itu sudah akan banyak berkurang.

3. Zakat

Banyak sekali sumber-sumber zakat mulai zakat maal , zakat profesi, zakat tanaman, zakat ternak sampai zakat fitrah yang apabila diefektifkan penarikan dan penyalurannya akan menjadi sumber pengentasan kemiskinan yang sangat memadai.

Lebih-lebih karena persentase zakat ini cukup besar terhadap turn-over suatu system perekonomian. Mulai dari 2.5 % untuk barang dagangan sampai 10 % bagi zakat hasil pertanian yang tidak menggunakan irigasi teknis.

4. Tanggung Jawab Para Pemimpin

Negara memiliki berbagai pendapatan dan oleh karenanya para pemimpin negara tersebut bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Dasarnya antara lain adalah ayat “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, …” (QS 8 :41) dan beberapa ayat lain yang senada.

Tetapi bukan hanya pemimpin negara yang bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya, masing-masing kita juga menjadi pemimpin dalam kapasitas kita masing-maing dan kita akan dimintai pertanggung jawaban terhadap kepemimpinan kita. Tanggung jawab terhadap orang-orang dalam ruang lingkup kepemimpinan kita inilah yang juga dapat menjadi sumber pengentasan kemiskinan itu.

5. Pemenuhan Kewajiban-kewajiban Tertentu

Di luar zakat, kita memiliki banyak kewajiban yang juga dapat menjadi sumber pengentasan kemiskinan. Lihatlah misalnya di ayat berikut, betapa luas tanggung jawab kita itu : “… Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu...” (QS 4 : 36)

Untuk tetangga bahkan ada tanggung jawab lebih yang terkait langsung dengan keimanan kita sebagaimana hadits shahih yang berbunyi : “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah menghormati tetangganya…”. Juga hadits lain yang berbunyi “Tidaklah beriman barang siapa yang kenyang dan tetangganya lapar sedangkan dia mengetahui…”.

Bayangkan bila masing-masing kita memperhatikan dan memuliakan sampai tetangga yang dekat dan yang jauh – tidak ada diantara mereka yang lapar ketika kita kenyang, kemiskinan pasti lebih mudah diatasi.


6. Pelaksanaan Ibadah-ibadah Tertentu

Bahkan ketika kita orang Islam melaksanakan tuntunan ibadah-ibadah tertentu-pun, itu bisa menjadi sumber pengentasan kemiskinan. Ketika kita memotong hewan qurban – dagingnya untuk orang miskin, ketika kita tidak melaksanakan nadzar dendanya memberi makan orang miskin, ketika orang tua kita sakit tua sehingga tidak bisa berpuasa – fidyahnya adalah memberi makan orang miskin . dlsb. dlsb.


7. Amalan Diluar Yang Wajib

Diluar sumber-sumber yang sifatnya keharusan atau kewajiban tersebut di atas, umat Islam juga didorong untuk berbuat maksimal dalam mengentaskan kemiskinan dalam berbagai bentuknya.

Ayat berikut misalnya menggambarkan betapa Allah menghargai dan memberi pahala yang berlipat untuk amalan seperti ini : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS 2 : 261)

Dengan begitu banyaknya jalan untuk mengentaskan kemiskinan, insyaallah beberapa diantaranya pasti kita bisa aktif terlibat didalamnya – yang dibutuhkan tinggalllah melaksanakan mulai dari yang kita bisa, just do it !. InsyaAllah

Rabu, 29 Agustus 2012


Mencukupkan Yang Miskin, Menyehatkan Yang Kaya...

Beras merupakan bahan makanan pokok yang utama untuk negeri ini dan juga negeri-negeri lain di Asia pada umumnya. Ketika lahan terbuka untuk produksi beras menyusut sedangkan jumlah manusianya bertambah, sudah jelas dampaknya bahwa cepat atau lambat krisis bahan pangan beras akan terjadi. Masalahnya adalah apakah kita dapat menggantikan bahan pangan dari beras ini dengan mudah ?, jawabannya adalah tentu tidak mudah. Diversifikasi bahan makanan selain dari beras harus dilakukan secara selektif dan hati-hati, mengapa ?.

Beras adalah bahan pangan yang mengandung sumber energy (Kalori) paling tinggi yang terjangkau oleh masyarakat luas. Dengan harga yang kurang lebih 1/10 dari daging, beras mampu memberikan Kalori sekitar 1.8 kali dari daging sapi untuk berat yang sama.

Bahan pangan lain seperti ubi jalar dan kentang dengan harga sekarang berkisar dari 1/5 sampai 1/2 harga beras, hanya mampu memberikan Kalori 1/5 dari Kalori yang diberikan oleh beras untuk berat yang sama.

Jadi makanan untuk rakyat kebanyakan – yang masih lebih mengutamakan Kalori, memang beras-lah yang paling terjangkau. Mereka tidak bisa dan tidak boleh didorong untuk makan selain beras karena mereka tidak mampu menggantinya dengan Kalori dari daging, sedangkan bila penggantinya dari umbi-umbian (pengganti yang paling mungkin dari kwantitas dan supply) – Kalori yang dibutuhkan untuk menunjang aktifitas normalnya tidak akan mencukupi.

Menggantinya dengan gandum yang lebih mendekati beras dalam hal Kalori dan harga, juga tidak dianjurkan karena gandum tidak mampu kita produksi sendiri.

Perhatikan perbandingan jumlah Kalori dari masing-masing jenis makanan dibawah untuk menjelaskan hal-hal tersebut di atas.


Jadi bagaimana solusinya agar beras cukup untuk semua yang membutuhkannya ?

Migrasi dari bahan pangan beras ke non beras – utamanya umbi-umbian yang sangat berpotensi diproduksi di Indonesia, dapat dilakukan secara selektif untuk masyarakat menengah atas yang mampu membeli daging. Kombinasi makan daging dan umbi-umbian akan memberikan Kalori dan kekenyangan yang cukup bagi mereka.

Tetapi bagaimana menggiring agar masyarakat menengah ke atas ini mau meninggalkan beras – agar tidak berebut beras dengan masyarakat menengah ke bawah ?.

Penyadaran akan dampak kesehatan bisa menjadi pendorong yang efektif. Ketika masyarakat yang mampu membeli daging ini tetap makan beras dalam jumlah yang banyak pada saat yang bersamaan juga mengkonsumsi daging yang banyak, Kalori yang di-supply ke tubuhnya menjadi berlebih. Mereka inilah yang menjadi korban diabetis yang sekarang sudah meluas mencapai sekitar 1 dari setiap 12 penduduk Indonesia terkena diabetis. Bila tidak ada perubahan pola makan mereka-mereka ini, maka yang menjadi korban akan meningkat menjadi 1 dari setiap 5 penduduk - hanya dalam tempo dua dasawarsa kedepan.

Mengapa korbannya bukan masyarakat bawah ?, karena meskipun mereka mengonsumsi karbohidrat yang banyak – karbohidrat itulah sumber satu-satunya untuk Kalori yang dibutuhkan untuk menunjang aktifitasnya. Ketika kalori mereka tidak berlebih, maka diabetis tidak menyerang mereka.

Bila sekelompok masyarakat menengah atas ini rame-rame hijrah meninggalkan beras – karena didorong oleh alasan kesehatan mereka sendiri, beras yang ada insyaallah akan cukup untuk masyarakat menengah bawah sekaligus menurunkan harganya – karena menurunnya demand atas beras.

Lantas masih ada masalah yaitu bagaimana kebutuhan daging yang meningkat bisa dipenuhi padahal supply daging selama ini harus diimpor ?, juga bagaimana dengan kebutuhan umbi-umbian yang akan meningkat dapat dipenuhi ?.

Disinilah relevannya Project TelaEnergy yang sudah saya perkenalkan lewat beberapa tulisan sebelumnya. Kampanye penanaman umbi-umbian berskala besar, baik ditanah terbuka seperti ubi jalar dan ketela, maupun di tanah tertutup kerindangan seperti gembili – dapat sealigus mengatasi tiga masalah yaitu kebutuhan akan daging, kebutuhan akan umbi-umbian dan kebutuhan untuk mandiri dibidang energi.

Sebagian umbi-umbian tersebut dapat diolah secara efektif untuk menghasilkan pakan ternak bergizi tinggi, produktifitas peternakan akan naik karenannya – sehingga secara bertahap diharapkan kita bisa berswasembada daging. Hasil samping dari pengolahan pakan ternak ini menghasilkan pula energi alternatif yang terbarukan yang menjadi jawaban atas ketergantungan energi masyarakat bawah pada satu-satunya provider bahan bakar setelah 65 tahun merdeka.

Sebagian umbi-umbian lain bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan yang enak-enak untuk konsumsi masyarakat menengah atas. Ketika aneka makanan dari umbi-umbian ini dikonsumsi mereka bersamaan dengan daging yang memang mereka mampu beli, maka kebutuhan Kalori mereka ter-supply dengan cukup, rasa kenyangnya juga terpenuhi dan pada saat yang bersamaan insyaallah juga bebas dari ancaman penyakit diabetis, obesitas dan sejenisnya.

Kombinasi beras untuk masyarakat luas dengan umbi-umbian untuk masyarakat yang mampu ini juga akan dapat mendorong efektifitas penggunaan lahan. Tanah persawahan yang ada insyaallah cukup untuk memenuhi kebutuhan beras (yang menurun), sementara tanah-tanah tegalan yang terbuka dan tanah-tanah tertutup kerindangan di perkebunan maupun kehutanan dapat dioptimalkan juga untuk memproduksi bahan pangan dari umbi-umbian yang akan terus meningkat - seiring kesadaran masyarakat yang mampu untuk meninggalkan beras.

Jadi kalau dahulu yang makan singkong/gaplek dan umbi-umbian adalah rakyat miskin yang tidak mampu membeli beras, kedepannya seharusnya berubah. Rakyat kebanyakan harus mampu terus membeli beras untuk kebutuhan Kalorinya, sedangkan untuk rakyat yang lebih mampu diharapkan tidak membeli beras tetapi membeli daging dan umbi-umbian. Win-win solution agar yang miskin tetap bisa membeli beras, yang kaya tetap sehat dengan kombinasi makanan yang aman untuk mereka. Insyaallah.

Kamis, 28 Juni 2012


Secangkir Kopi Pak Kyai…

Serombongan cendekiawan dan ulama muda datang mengunjungi Kyai Sepuh di sebuah pesantren kecil di desa. Meskipun dari pesantren kecil dan di desa pula, Kyai Sepuh ini kerap sekali menerima tamu dari berbagai kalangan untuk berbagai urusan. Kyai Sepuh ini terkenal dengan kemampuannya menyelesaikan berbagai persoalan yang rumit dengan caranya yang khas – sederhana dan agak mbanyol (ngelawak). Seperti biasa Pak Kyai akan mendengarkan dahulu masalah para tamunya, baru kemudian memberikan solusinya.

Maka satu demi satu rombongan cendekiawan dan ulama muda tersebut mengutarakan problemnya masing masing. Ada yang mengeluhkan problem dakwahnya yang mengalami hambatan di sana-sini karena kekurangan dana, ada yang mengeluhkan problem keluarganya, ada yang mengeluhkan hedonism masyarakat yang berpikiran serba materi, ada yang mengeluhkan kondisi umat yang semakin jauh dari tuntunan agamanya dlsb.dlsb.

Setelah semua tamunya berkesempatan menyampaikan uneg-uneg mereka, Pak Kyai minta ijin tamunya untuk mengambilkan kopi di belakang – saking sederhananya Pak Kyai ini sampai tidak memiliki pembantu. Tidak lama kemudian Pak Kyai datang dengan membawa teko panas berisi kopi, didampingi istrinya yang membawakan sejumlah cangkir.

Karena kesederhaannya pula di antara cangkir-cangkir tersebut tidak ada yang sama bentuk, model maupun ukurannya. Menyadari akan adanya rasa penasaran para tamunya, Pak Kyai-pun menjelaskan : “Anu, itu cangkir-cangkir yang ditinggalkan para santri yang sudah lulus dan keluar dari pesantren ini…”. Kemudian dia menyilahkan tamunya : “Silahkan ambil sendiri kopinya…”.

Setengah berebut, para tamunya memilih cangkir-cangkir yang paling baik untuk mengambil kopinya. Jumlah cangkir memang cukup dan semuanya mendapatkan cangkirnya, tetapi tentu saja yang duluan yang mendapatkan cangkir yang paling bagus.

Sambil memperhatikan tamunya menikmati kopi dari beraneka ragam cangkir, Pak Kyai –pun siap memberikan satu solusi untuk seluruh keluhan dan masalah yang disampaikan oleh tamu-tamu tersebut .

Dari apa yang saya dengarkan tadi, dan dari cangkir-cangkir kopi yang kalian pegang – masalah kalian sebenarnya sederhana”. Dia melanjutkan : “Selama ini terasa rumit, karena kalian fokus pada cangkirnya bukan pada kopinya”. “Yang kalian butuhkan kopi karena yang meredakan dahaga adalah kopi – sedangkan cangkir hanyalah alat untuk bisa minum kopi”. “Bila kalian terlalu fokus pada alat, kalian tidak akan sampai pada tujuan…”.

Sekarang fokuslah pada kopi kalian, maka cangkir yang berwarna-warni beraneka bentuk tidak akan mengganggu kenikmatan kopi kalian…!”.

Lalu Pak Kyai membacakan surat Ad Dzariyat – ayat 56 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.

Lalu beliau menutup nasihat pada para tamunya : “Selama kalian tidak kehilangan fokus pada tujuan hidup kalian yaitu menyembah kepadaNya, selama kalian hanya mengajak masyarakat kalian untuk menyembah kepadaNya, insyaallah kalian tidak akan terganggu oleh aneka persoalan, kepentingan, golongan, pemikiran, partai dan sejenisnya.”

Para tetamu hanya manggut-manggut sambil menginstrospeksi diri, mereka mengurai permasalahan mereka masing-masing di dalam hati. Dalam hati pula sebagian mereka berkata : “Jadi selama ini kita berebutan cangkir, sampai melupakan kopinya sendiri”.

Kita ini sesungguhnya seperti para tetamu Pak Kyai tersebut, kita terlalu fokus pada cangkir sehingga malah tidak bisa menikmati kopinya. Pekerjaan kita, usaha kita, komunitas kita dan bahkan juga keluarga kita sesungguhnya hanya cangkir berbagai bentuk tadi. Kopinya adalah tugas kita untuk hanya beribadat kepadaNya.

Boleh saja membagus-baguskan cangkir tetapi tetap harus dalam rangka untuk dipakai menikmati kopi. Semangat membaguskan cangkir tidak boleh melalaikan kita sampai lupa tidak mengisinya dengan kopi. Cangkir-cangkir tersebut juga bukan pajangan, yang dinikmati keindahannya tetapi tidak digunakan untuk fungsi yang seharusnya – yaitu minum kopi.

Sekarang waktunya untuk belajar menikmati rasa ‘kopi’ itu, keindahan cangkir bisa menambah kenikmatannya – tetapi jangan melalaikannya. InsyaAllah.

Rabu, 18 April 2012


‘Kuda Hitam’ Ekonomi Bernama Internet…

Pagi ini harian Republika (18/04/2012) dalam Teraju-nya antara lain menyajikan tulisan dengan judul ‘Ramai-Ramai Menggeber Internet’. Bagi saya yang sangat menarik dari tulisan ini adalah angka-angka yang mereka kutip dari hasil riset yang dilakukan oleh Deloitte Access Economic. Disitu diungkapkan bahwa tahun lalu dunia internet menyumbang 1.6% atau setara Rp 116 trilyun dari PDB kita, sementara ekspor gas alam cair ‘hanya’ berkontribusi 1.4% dan kelistrikan hanya 0.5%. Inilah yang saya sebut ‘kuda hitam’ ekonomi itu.

Bisa dibayangkan bila ekspor gas alam cair yang heboh diperebutkan antara negeri-negeri pengimpor dan industri dalam negeri yang juga sangat membutuhkannya, ternyata lebih rendah kontribusinya dari nilai kontribusi ekonomi internet yang luput dari perhatian kita. Bayangkan pula bila bidang kelistrikan yang mengurusi hajat hidup orang banyak dan utamanya dikelola oleh BUMN dengan asset terbesar di negeri ini, ternyata juga kontribusi ekonominya kurang dari 1/3 kontribusi dunia internet !.

Lantas apa yang bisa kita tangkap dari fenomena ini ?. Ada peluang ekonomi yang sangat-sangat besar yang seharusnya bisa di garap ramai-ramai oleh masyarakat negeri ini – seperti dalam judul tulisan Republika tersebut.

Bila hanya BUMN, perusahaan raksasa dan para perusahaan asing yang bisa menggarap industri energy seperti gas alam cair dan kelistrikan tersebut diatas, tidak demikian halnya dengan industri yang berbasis internet.

Dengan nyaris tanpa model-pun Anda bisa memasuki dunia ekonomi berbasis internet yang terkenal dengan potensi Return On Equity (ROE)-nya yang sangat tinggi tersebut.

Contoh kasus sederhananya begini, untuk berjualan secara fisik di pinggiran kota Jakarta Pak Ahmad perlu membeli Ruko sebesar Rp 800 juta. Dalam setahun dia bisa berjualan dengan Turn Over juga Rp 800 juta. Dengan margin bersih 10% atau Rp 80 juta setahun, ROE pak Ahmad adalah 10% per tahun.

Anak Pak Ahmad yang bernama Al-Fatih sebagaimana anak muda jaman ini fasih menggunakan gadget-nya di dunia internet. Hanya dengan tablet PC seharga Rp 4 juta yang dibelikan bapaknya dia sudah bisa berjualan produk-produk yang sama dengan yang dijual bapaknya – dan dengan turn-over yang sama pula yaitu Rp 800 juta. Dengan margin yang sama-sama 10 % atau Rp 80 juta setahun, ROE alfatih adalah Rp 80 juta/Rp 4 juta x 100% yaitu 2,000%.

Bisa Anda lihat sekarang efeknya terhadap ekonomi bukan ?. Dengan modal equity yang sedikit, dunia ekonomi berbasis internet bisa memberikan hasil yang berlipat-lipat. Itulah mengapa ekonomi berbasis internet yang baru berkembang beberapa tahun terakhir di negeri ini sudah bisa melampaui industri energy yang menuntut modal- modal raksasa dan pengalaman di bidangnya lebih dari ½ Abad.

Pertanyaannya adalah dimana peluang orang-orang seperti kita semua dalam ekonomi berbasis internet ini ?, itulah Al-Fatih – Al Fatih bidang ekonomi yang ingin kita bangun menjadi generasi ‘Abdurrahman bin Auf’ , yang akan kita pacu menjadi ‘kuda hitam’ ekonomi melalui serangkaian pelatihan e-commerce gratis. Pelatihan tersebut insyaallah akan mulai akhir pekan ini, pekan depan dan pekan berikutnya lagi. Jadwal selanjutnya menyusul.

Empat tahun dari sekarang (2016), nilai kontribusi ekonomi dunia internet menurut perkiraan lembaga riset yang dikutip Republika tersebut diatas – akan mencapai 2.5% dari PDB atau bisa mencapai Rp 324 trilyun. Peluang kitakah ini ? atau peluang orang lain dan kita memilih tetap menjadi ‘pasar’nya ?.

Insyaallah kita bisa ramai-ramai menjadikannya sebagai peluang kita, bila kita mau belajar bareng, bekerja sama hand-in-hand membangun kekuatan bersama. Jangan lupa pemain-pemain raksasa domestik maupun dunia juga sudah lebih dahulu tahu potensi besar ini dibandingkan rata-rata kita.

Tetapi ibarat pacuan kuda, berbeda dengan industri fisik yang padat modal , di industri yang berbasis internet ini kita memiliki garis start yang sama. Kita bisa menjadi ‘kuda-kuda hitam’ yang melaju dengan kencang, berpacu dengan ketenaran pemain-pemain besar, pemain-pemain lama, berpacu dengan kekuatan modal mereka..., InsyaAllah.

Selasa, 03 April 2012

Antara Korban Atau Pemenang…

Tidak peduli siapa diri kita, apa yang kita miliki, dalam strata sosial yang mana kita berada – semua memiliki hal yang sama, yaitu untuk memilih apakah kita mau menjadi korban atau menjadi pemenang. Karena semua memiliki haknya untuk memilih ini, maka tidak jarang kita mendengar cerita heroik perjuangan hidup rakyat jelata – seperti tukang sampah Jakarta yang menghebohkan karena diberitakan di televisi asing misalnya.

Pada saat yang bersamaan kita juga sering mendengar keluh kesah pejabat dan wakil rakyat kita, tentang gajinya, tentang makanan kecil yang mereka makan sewaktu rapat, tentang fitnah yang dideritanya – pendek kata tentang apa saja mereka bisa mengeluh.

Dua ekstrim ini sengaja saya gunakan untuk sekedar memberikan gambaran bahwa siapapun kita, kita bisa menempatkan diri kita sebagai pemenang atau sebaliknya sebagai korban.

Bila Anda memilih untuk menempatkan diri menjadi korban, maka akan Anda dapati dunia yang kejam terhadap diri Anda. Atasan yang menekan, anak istri yang possessive dan demanding, mitra kerja yang curang, bawahan yang kerja seenaknya, harga-harga yang terus melambung, majikan yang tidak mau tahu dlsb. Pendek kata ada seribu satu alasan yang bisa Anda pilih untuk menjadikan Anda sebagai korban. Salahkanlah orang lain untuk setiap problem Anda, maka itu cukup untuk menjadikan Anda sebagai korban.

Sebaliknya Anda juga bisa memilih untuk menjadi pemenang dalam setiap situasi. Bila Anda tidak berhenti mencari inspirasi dan solusi atas berbagai problem yang Anda hadapi, bila Anda terus berusaha memberdayakan apa saja resources yang dalam jangkauan Anda. Sama dengan jalan untuk menjadi korban, juga ada seribu satu jalan untuk menjadi pemenang.

Anda menjadi pemenang bila Anda berhenti menyalahkan orang lain, mengakui bahwa semua masalah bersumber pada diri Anda dan oleh karenanya Anda pula yang harus mengatasinya. Ayat berikut adalah dasar dari statement ini :

Dan apapun musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS 42 : 30)

Mari sekarang kita ambil case study dalam menyikapi harga minyak yang untuk sementra tidak jadi dinaikkan kemarin. Semua bisa menemukan alasannya sendiri untuk merasa menjadi korban.

Pemerintah merasa menjadi korban karena ‘terpaksa’ melakukan tindakan yang tidak popular, karena harga minyak dunia yang terus melambung, karena subsidi yang harus terus ditingkatkan, karena partai-partai pada menggoreng isu dan mengambil kesempatan dalam kesempitan dan beribu alasan lainnya.

Kita warga masyarakat-pun tidak kurang alasan valid untuk menyatakan diri kita adalah korbannya. Kita merasa menjadi korban dari ketidak becusan pemerintah mengelola anggaran, ketidak efisienan departemen-departemen terkait dalam mengelola sumber daya energy yang kita miliki. Kita menjadi korban partai-partai yang memainkan perasaan rakyat, dan masih beribu alasan lainnya untuk men-justifikasi bahwa kitalah korbannya.

Lantas kalau semua menjadi korban, apakah ayat tersebut diatas menjadi ayat yang tidak valid untuk jaman sekarang ini ?. untuk jaman krisis bahan bakar di era modern ini ?.

Justru sebaliknya, ayat tersebut sangat valid dan bisa menjadi titik awal solusi itu. Bila kita menyadari bahwa semua musibah berawal dari kesalahan diri kita sendiri – tidak terkecuali dengan musibah kenaikan bahan bakar, maka kita akan mencari solusi itu mulai dari dalam diri kita sendiri. Salah satunya yang pernah saya muat dalam tulisan “Survival Strategy…”.

Bagi pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang-pun demikian, dengan menyadari bahwa sumber masalah ini adalah diri mereka, maka mereka harus membuat program kerja untuk mengatasi masalah tersebut dari waktu ke waktu. Tidak usah menunggu di demo berjuta rakyat. Bila setiap pemerintah yang berkuasa menyadari bahwa merekalah yang patut di blame bila sampai isu seperti bahan bakar ini menyengsarakan masyarakat, maka dia akan berusaha untuk tidak meninggalkan bom waktu bagi pemerintah dan generasi penerusnya.

Bom waktu kenaikan harga bahan bakar ini sekarang sudah mulai berdetak…tik – tak- tik – tak – tik-tak…, tetapi kita semua bisa menghentikannya. Bila kita berhenti untuk bersikap sebagai korban, waktunya untuk bersikap sebagai pemenang yang terus menggali inspirasi dan memberi solusi. Kita menjadi pemenang manakala diri kita adalah bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah …!. InsyaAllah.


Minggu, 04 Maret 2012


Ember Yang Kotor Dan Bocor Pula…
Oleh Muhaimin Iqbal

Kamis, 01 March 2012 07:08
Seorang pemuda saleh yang gelisah dengan lingkungan tempat kerjanya yang korup, lingkungan masyarakatnya yang tidak peduli dan kepemimpinan negerinya yang tidak berdaya – memutuskan untuk ber-uzlah ke gunung dan menggembala kambing. Di puncak gunung ternyata sudah ada orang tua saleh yang jauh lebih dahulu tinggal di sana. Ketika si pemuda menyatakan niatnya untuk berguru pada orang tua ini – dia tidak langsung meng-iyakannya, dia mengambil ember tua yang kotor dan bocor pula, kemudian dia berkata : “Tolong ambilkan saya air dari sungai dibawah sana !”.

Karena keseriusannya ingin berguru, maka pemuda ini menuruni lembah untuk mengambil air. Setelah ember terisi penuh, dia buru-buru naik lagi untuk mengantarkan airnya ke sang guru. Tetapi karena ember tersebut bocor, maka tidak ada setetespun air yang tersisa ketika dia sampai di pedepokan sang guru.

Maka pemuda ini mengeluh “maaf guru, air yang saya ambilkan untuk tuan habis di jalan karena ember yang guru berikan bocor”. Sang guru-pun menjawab : “saya tahu itu ember bocor, kamu hanya kurang cepat berlari saja sehingga air habis dijalan, sekarang ambilkan lagi dan berlari lebih kencang”.

Pemuda inipun bersemangat turun ke lembah lagi dan mengisi embernya sampai penuh , kemudian sekuat tenaga dia berlari dengan cepat ke puncak gunung untuk membawakan air yang diminta sang guru. Tetapi hal yang sama terjadi, tidak setetes-pun air tersisa.

Setiap kali dia tidak berhasil membawa air buat sang guru, setiap kali pula sang guru menasihatinya untuk berlari lebih cepat. Tetapi setelah sekian kali bolak-balik dari sungai di lembah ke puncak gunung tanpa berhasil membawa air setetes-pun, pemuda inipun mulai menyerah.

Kepada gurunya dia berkata : “Mohon maaf guru, saya sudah berlari sekuat tenaga – tetapi kebocoran ember guru mengalahkan saya, sehingga saya tidak berhasil membawakan guru setetes airpun”. Sambil tersenyum sang guru berkata : “Sekarang perhatikanlah ember yang engkau pegang, lihat perbedaannya dengan waktu pertama kali saya berikan”.

Pemuda ini-pun memperhatikan embernya dengan seksama, dari luar dan dari dalam. Di dapati ember tersebut sekarang menjadi kinclong bersih luar dalam. Maka sang guru-pun menjelaskan : “Dengan engkau berlari bolak-balik membawa air dari sungai di lembah tadi, sesungguhnya engkau sedang bekerja membersihkan ember ini”. Dia melanjutkan “air memang belum engkau dapatkan, tetapi ember itu kini menjadi bersih – dan kini tinggal menambalnya saja”.

Setelah ember yang bersih tersebut ditambal dengan getah dan ranting pohon di gunung, maka pemuda inipun dengan mudah dapat memberikan air bersih untuk sang guru.

Itulah gambaran pekerjaan kita, kadang kita terlalu fokus mengejar hasil tetapi tidak memperhatikan prasyarat yang dibutuhkannya. Padahal ketika prasyarat ini tidak terpenuhi, hasil juga tidak akan tercapai. Itu pula-lah gambaran mayoritas pekerja saat ini, mereka bekerja keras dengan ember bocor (karena tergerus inflasi) dan kotor pula – tercampur debu-debu riba dan sejenisnya.

Mengapa sang guru tidak memberitahu ke pemuda agar ember ditambal dahulu sebelum mulai mengambil air dari awal ?. Karena saat itu ember masih kotor, kalau toh berhasil untuk mengambil air – dia hanya akan memperoleh air yang kotor.

Jadi kalau kerja keras kita selama ini belum memberikan hasil yang kita harapkan, kita tidak perlu bersedih atau bahkan ber-putus asa. Bisa jadi kita masih dalam tahap diminta membersihkan ember tadi, Allah insyaAllah akan memberikan ‘air bersih’ hasilnya bila ember kita juga sudah bersih.

Kalau Allah memberikan ‘air’-Nya ketika ember kita masih kotor tercampur riba, dana korupsi dlsb. maka sebanyak apapun ‘air’ dalam ember tersebut tidak akan memberi manfaat bila kita minum; malah bisa menjadi sumber penyakit. Sebaliknya ketika ‘ember’ kita sudah bersih – apalagi sudah ditambal dari berbagai kebocoran, maka air yang kita bawa-pun akan tetap bersih dan penuh barokah.

Maka jangan berputus asa bila sementara Anda masih harus berlari membersihkan ember yang kotor dan bocor itu, setelah bersih Anda bisa menambal dan dapat membawa air bersih pada waktunya. InsyaAllah.

Sabtu, 08 September 2012

Selasa, 28 Februari 2012

Dinaria : Memimpin Melalui Contoh…
Oleh Muhaimin Iqbal


Selasa, 28 February 2012 08:14
Suatu hari Sang Pemimpin kedatangan utusan dari wilayah yang jauh yang tidak puas dengan pemimpin daerah atau gubernur-nya. Utusan-utusan daerah ini mengungkapkan kekesalannya : “Wahai Sang Pemimpin, kami mengadukan nasib kami yang didhalimi oleh gubernur kami. Dia mengambil lahan kami dengan alasan untuk pembangunan, dia tidak membayar kami kecuali dengan uang yang sedikit. Dia menerapkan pajak yang berlebihan kepada kami sehingga pendapatan kami selalu tidak cukup. Dia tidak membangun pasar untuk kami sehingga kami tidak bisa melakukan jual beli secara maksimal. Dia tidak membuat pengairan untuk lahan kami sehingga produktifitas pertanian kami sangat rendah. Dia tidak membuat sekolah-sekolah yang baik dan terjangkau sehingga anak-anak kami tidak terdidik. Dia tidak menjaga daerah kami sehingga banyak perampokan dan kejahatan di daerah kami…”.
Mendengar sumpah serapah rakyatnya yang menjerit karena kedhaliman pemimpin di daerahnya ini, Sang Pemimpin tidak langsung mengambil tindakan ataupun memberi jawaban. Sang pemimpin hanya meyampaikan : “Wahai rakyatku yang mengadu, aku terima aduan kalian ini – tetapi aku belum bisa memberikan jawaban ke kalian ataupun tindakan apa yang akan aku lakukan. Maka kembalilah kalian menemuiku satu bulan sejak sekarang”.
Setelah para utusan tersebut pergi, Sang Pemimpin mengunci kantornya untuk menyendiri berhari-hari. Dia merenungkan apa yang disampaikan oleh rakyatnya tersebut dan berkata pada dirinya sendiri : “bagaimana aku bisa menegur gubernurku, bila aku sendiri tidak yakin dapat memperbaikinya ?”.
Maka selama beberapa minggu kemudian, Sang Pemimpin bekerja keras untuk memperbaiki kondisi rakyat di wilayah tempat Sang Pemimpin tinggal. Dia meneliti apakah rakyatnya ada yang diambil hak tanahnya tanpa dibayar secara wajar. Dia memeriksa apakah rakyatnya dibebani pajak yang memberatkan. Dia memeriksa pasar-pasar yang ada apakah sudah memberikan peluang yang sama pada rakyatnya. Dia memeriksa pengairan apakah sudah sesui dengan peruntukannya. Dia memeriksa sekolah-sekolah apakah sudah memberikan akses pendidikan yang cukup bagi rakyat di wilayahnya. Dia memeriksa kemanan wilayahnya dang mengecek langsung apakah rakyatnya merasa aman.
Maka ketika sebulan kemudian utusan-utusan dari daerah yang jauh tersebut kembali menemuinya, Sang Pemimpin menjawab : “Aku sedang memanggil gubernur kalian untuk mengingatkannya. Bila panggilanku kepadanya belum sampai, aku titipkan pada kalian surat panggilan kedua agar panggilan ini benar-benar sampai kepadanya”.
Lalu dari sebagian utusan tersebut mempertanyakan langkah Sang Pemimpin : “Mohon maaf tuan, tetapi mengapa hanya untuk memanggil gubernur kami tuan harus meminta kami menunggu satu bulan ?, bukankah ini membuang-buang waktu dan memperpanjang penderitaan kami ?”.
Dengan bijak Sang Pemimpin menjawab : “Bila gubernur kalian aku panggil sebulan yang lalu, aku belum bisa memberinya contoh apa yang mestinya dilakukan. Aku memang memanggilnya sebulan terlambat, tetapi sekarang aku bisa memberinya contoh langsung sehingga tidak ada alasan baginya untuk kembali men-dhalimi kalian semua.
Setelah surat panggilan sampai di tangan gubernur; sang gubernur ini bergegas menemui Sang Pemimpin. Sang Pemimpin tidak menasihatinya melalui ucapan, tetapi diajaknya sang gubernur ini keliling wilayah yang secara langsung dalam pengawasan Sang Pemimpin. Diajaknya melihat bagaimana jalan dibangun dan didanai, bagimana pasar dikelola, bagaimana pembagian air irigasi diatur, bagimana sekolah-sekolah di danai dan di kelola, serta bagaimana keamanan dijaga.
Setelah itu Sang Pemimpin menyampaikan : “Buat daerahmu seperti apa-apa yang baru kamu lihat tadi, dalam satu bulan aku akan berkunjung kesana dan aku ingin melihatnya !”.
Sepulang kembali ke daerahnya sang gubernur mengumpulkan seluruh aparatnya untuk segera melaksanakan apa yang baru dilihatnya dengan Sang Pemimpin. Karena semua contohnya jelas, tidak sulit bagi gubernur ini untuk membuat perubahan besar di daerahnya dalam waktu satu bulan yang diberikan oleh Sang Pemimpin.
Ketika sebulan kemudian Sang Pemimpin berkunjung ke daerah tersebut , sebelum ketemu gubernurnya Sang Pemimpin mendahulukan menemui para utusan yang pernah datang ke kantornya – untuk memeriksa apakah gubernurnya benar-benar melaksanakan contoh yang telah dia berikannya. Dia memperoleh jawaban yang menggembirakan bahwa semuanya kini berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh rakyat yang semula merasa terdzalimi tersebut.
Namun dalam perjalanan lanjutan untuk menemui sang gubernur, ditengah jalan Sang Pemimpin dihadang dan dicaci maki oleh sekelompok orang. Sang Pemimpin sambil tersenyum hanya menjawab : “Semoga kebaikan untuk kalian semua hari ini…!” , kemudian dia melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya di kantor gubernur, Sang Pemimpin menyampaikan apa yang dilihatnya : “yang baik jelas nampak, demikian pula yang buruk”. Kemudian melanjutkan “Daerah kalian selama ini tidak makmur dan rakyat merasa terdzhalimi karena ada sekelompok orang yang mempermainkan tanah mereka, yang korup, yang opportunis dan gemar mengambil hak orang lain.”
Sang gubernur penasaran, “ dari mana tuan tahu adanya mereka ini ?”. Sang Pemimpin menjawab, “yang buruk itu gerah dengan kebaikan, maka dia akan selalu menampakkan diri karena berusaha menghalangi kebaikan.” Lalu dia melanjutkan “carilah orang-orang yang menghadang saya di jalan tadi, carilah tuan-tuan mereka dan awasi apa pekerjaan mereka semua”.